Kisah Nabi Muhammad SAW dari Lahir sampai Wafat
Kisah Nabi Muhammad SAW : Umat Islam sudah sering memperingati Maulid Nabi sebagai peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW. Bagaimana kisah perjalanan hidupnya sampai wafat banyak memberikan pelajaran meskipun tidak selalu mudah dan bahagia. Rasulullah tetap mendapatkan tantangan dan cobaan dari Allah.
Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Kelahiran Nabi memancarkan sinar. Para penyair pun menggambarkan indahnya suasana saat kelahiran Muhammad. Semesta bersinar menyambut kelahiran Muhammad sang mulia. Kegembiraan menyelimuti seantero jagat raya. Burung-burung berkicau ria menyambut Baginda. Tiada yang menandingi cahaya terangnya," kata penyair yang menggambarkan suasana lahirnya Nabi Muhammad SAW.
Pada momen ketika Nabi Muhammad lahir, jazirah Arab diimpit oleh dua kekaisaran: Romawi dan Persia. Keduanya memperebutkan wilayah Hijaz di Timur Tengah yang waktu itu belum terkuasai. Romawi yang saat itu dalam kekuasaan Kekaisaran Byzantium menjadi pusat agama Kristen Timur atau Kristen Ortodoks, sementara Persia di bawah Kekaisaran Sasaniyah memiliki rakyat dengan mayoritas penganut Zoroaster. Di tengah konteks geopolitik semacam itu, Nabi Muhammad lahir di Makkah pada 571 M atau sekitar 1449 tahun lalu.
Nabi Muhammad lahir di Makkah hari Senin, 12 Rabi’ul Awal pada tahun 571 kalender Romawi (1450 tahun yang lalu). Rasul lahir dari ibu bernama Aminah dan ayahnya bernama Abdullah, Ayah Nabi Saw wafat pada saat beliau masih bayi berusia 7 bulan. yang menandai momen penting ketika raja vasal Ethiopia di Yaman, Abrahah bermaksud meratakan bangunan Ka'bah. Pasukan ini bertolak menuju Makkah dengan membawa gajah. Tahun tersebut juga disebut sebagai Tahun Gajah yakni tahun ketika pasukan gajah di bawah pimpinan Abrahah Habasyah tengah menyerang Ka’bah. Allah SWT pun menghentikan aksi mereka dengan segala kebesaranNya. Burung ababil pun datang menjatuh batu-batu untuk menghancurkan pasukan tersebut.
Kisah kelahiran Nabi Muhammad ini ada di dalam Surah Al Fil yang memiliki arti Tahun Gajah.
Di waktu lahirnya Nabi Muhammad tumbuh tumbuhan hidup semua.
pada malam kelahiran Nabi Muhammad, istana kisra di Persia berguncang hingga 14 ruangannya roboh. Api kaum Zoroaster yang disembah penganut Majusi pun padam. Padahal, api tersebut telah menyala selama 1000 tahun. Kelahiran Nabi Muhammad SAW ini "memadamkan api" penganut Majusi, menandai kemunculan penyampai pesan "ketuhanan" di tengah impitan imperium Romawi dan Persia.
Esoknya, air danau Sawah di Persia surut. Beberapa sumber mata air mengering dan rakyat Kisra kebingungan. Seseorang kepercayaan di Kisra bernama Al-Mubidzan bermimpi melihat unta-unta bermuatan berat menuntun kuda-kuda bagus. Unta-unta tersebut berjalan mengarungi sungai Tigris dan sungai Eufrat, lalu menyebar ke sejumlah negerinya. Mimpi itu ditafsirkan sebagai kelahiran Nabi Muhammad SAW yang menjadi momen besar di seluruh penjuru Arab.
Kelahiran Nabi Muhammad juga membawa berkah bagi orang-orang di sekitarnya. Halimah As-Sa'diyah, diriwayatkan terus menerima keberuntungan, sejak pertama kali ia mengambil bayi Muhammad bin Abdullah sebagai bayi susuannya.
Ketika bayi itu disusui, air susu Halimah yang sebelumnya sedikit menjadi deras mengalir.
Unta yang ditumpanginya dan sang suami ketika mengambil Muhammad menjadi gemuk dan kuat menempuh perjalanan dari Makkah ke Thaif. Kabilah bani Sa'ad asal Halimah As-Sa'diah juga tak henti-henti dilimpahi keberkahan selepas Muhammad berada di lingkungan mereka.
Masa Kecil Nabi Muhammad
Pada masa kecil, Rasulullah SAW tumbuh sangat pesat. Malahan, dikatakan bahwa pertumbuhannya sehari setara dengan sebulan manusia biasa. Ketika berumur 2 tahun, beliau tumbuh menjadi anak yang kuat dalam pangkuan Halimah As-Sa’diah.
Memasuki usia 4 tahun, terjadi peristiwa Syaqqus Shadr (pembelahan dada) oleh malaikat Jibril. Syeikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi mengatakan dalam kitabnya, Fiqh As-Sirah An-Nabawiyah, kejadian ini merupakan salah satu indikasi kenabiannya dan bukti bahwa Allah SWT. memilih dan menyiapkannya untuk mengemban tugas yang agung kelak (HR. Muslim).
Setelah kejadian tersebut, Halimah pun merasa khawatir akan terjadi hal-hal lain padanya. Lalu, dia bergegas mengembalikan Muhammad kepada ibunda Siti Aminah. Namun Sang Ibunda juga tak begitu lama membersamainya. Saat Muhammad berusia 6 tahun, Muhammad menemani ibunya untuk berziarah. Di Yatsrib, mereka tinggal selama satu bulan. Setelah itu, mereka memutuskan kembali ke Mekkah. Namun, dalam perjalanan yang letaknya antara Mekkah dan Madinah, Siti Aminah meninggal dunia karena sakit. Muhammad kecil pun menjadi yatim piatu pada usia enam tahun Muhammad hidup tanpa kehangatan kedua orang tuanya.
Siti Aminah merupakan istri yang setia. Dia sering berziarah ke makam suaminya yang berada di Yatsrib (sekarang Madinah). Aminah yang tinggal di Mekkah rela menempuh perjalanan 500 km untuk berziarah ke makam suaminya.
Selepas kepergian ibunda, ia diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Ia sungguh mencintai dan merawatnya dengan penuh kasih sayang. Akan tetapi, ketika usia Muhammad tepat 8 tahun 2 bulan dan 10 hari, kakeknya pun wafat. Kemudian pengasuhan Muhammad beralih kepada pamannya, Abu Thalib.
Tradisi Quraisy tersebut membuat Nabi Muhammad tidak bisa merasakan kasih sayang ibunya sampai berumur 8 sampai 10 tahun.
Masa Remaja Nabi Muhammad
Pada masa pengasuhan Abu Thalib inilah, beliau menjalani masa remaja. Ketika Muhammad berusia 12 tahun, Abu Thalib mengajaknya pergi ke Syam (sekarang meliputi Suriah, Palestina, Yordania dan Lebanon) untuk berbisnis.
Pada masa Remasa, Nabi Muhammad terjaga dari perbuatan merugikan kawan sekitarnya. Sampai suatu ketika, Nabi pun bercerita ketika dua kali duduk saat mendengarkan pesta perkawinan di zaman Jahiliyah. Allah justru menutup telinganya sampai tertidur dan terbangun esoknya. “Setelah itu, aku tidak pernah lagi berniat mengikuti perbuatan buruk.” (HR Thabrani).
Tatkala kafilahnya sampai di Bushra, mereka berjumpa dengan seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira. Dia mulai memperhatikan Muhammad, menghampiri dan berbicara dengannya. Tak lama, ia menengok ke Abu Thalib dan bertanya “Apa hubunganmu dengan anak kecil ini ?” “Ia anakku,” jawabnya. “Ia bukan anakmu, dan semestinya anak itu tidak memiliki ayah yang masih hidup,” kata Buhaira.
Abu Thalib pun mengakui bahwa dia adalah keponakannya. Pendeta itu lalu meminta kepada Abu Thalib untuk membawanya pulang kembali, takut akan orang-orang Yahudi yang hendak menyakitinya. Lantas ia pun membawanya kembali ke Mekkah.
Setelahnya, Ahmad (nama lain Nabi SAW) menjalani masa remajanya dengan menggembala kambing, kendati upah yang didapat hanya beberapa qirath (satu qirath: 0,2 g berlian) (HR. Bukhari). Tidak lain kecuali untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membantu paman yang menanggung banyak anak.
Layaknya remaja zaman itu, banyak sekali yang rusak akibat perbuatan maksiat. Tapi dengan izin Allah, Ahmad muda nan gagah terjaga dari perbuatan yang merugikan kebanyakan kawan sebayanya. Sampai suatu ketika Nabi bercerita tentang dirinya, bahwa dia pernah dua kali duduk mendengarkan pesta perkawinan ketika zaman jahiliah, tapi Allah tutup telinganya hingga tertidur dan terbangun esoknya dengan terik matahari. “Setelah itu, aku tidak pernah lagi berniat (mengikuti) perbuatan buruk.” (HR. Thabrani).
Ketika Muhammad menginjak usia 20 tahun, di Mekkah terjadi peristiwa Harbul Fijar (Peperangan Fijar). Perang yang meletup antara Kabilah Quraisy bersama Bani Kinanah melawan Qais dan ‘Aylan. Beliau pun ikut berperang dengan paman-pamannya dan menyiapkan anak panah untuk mereka.
Pasca kemenangan Kabilah Quraisy dalam peperangan tersebut, disepakatilah perjanjian yang diabadikan dengan istilah Halful Fudhul. Bertambahlah pengalamannya dalam masalah diplomasi dan negosiasi. Sedemikian terkesannya, beliau berkata setelah diutus menjadi Rasul “Aku telah menyaksikan di rumah Abdullah bin Jad’an perjanjian yang lebih aku sukai daripada unta merah [kendaraan elit waktu itu], dan sekiranya aku diundang pada momen yang sama pada hari ini, tentu aku memenuhinya.”
Nabi Muhammad Menjelang Dewasa
Menjelang usia Nabi Muhammad yang dewasa, membuatnya semakin menekuni dunia bisnis. Nabi pun berdagang dengan kawan terbaiknya yakni Saib bin Abi Saib. Barulah pada saat berusia 25 tahun, Rasulullah menjalin kerja sama bisnis bersama wanita kaya raya yakni Siti Khadijah.
Perkenalan Muhammad dengan Khadijah memang berawal dari dunia perniagaan. Perempuan ini biasa membiayai kafilah perdagangan Mekkah ke Suriah untuk nanti membagi keuntungan bersama mitranya. Hal ini menjadi alasan bagi mereka berdua dalam melakukan perjalanan dagang tersebut.
Pernikahan Nabi Muhammad & Khadijah
Banyaknya kegiatan perdagangan yang melibatkan mereka berdua, membuat Khadijah merasa kian tertarik. Perempuan ini akhirnya mengutus seorang sahabatnya, Nafisah binti Umayyah untuk menyampaikan keinginannya yakni melamar Muhammad.
Muhammad SAW pun menyampaikan kabar gembira ini kepada paman-pamannya. Salah satunya yakni, Hamzah bin Abdul Muthalib lantas mendatangi rumah Khuwailid bin Asad dengan Muhammad untuk melamar Khadijah. Maka menikahlah mereka berdua ketika Nabi berusia 28 tahun.
Nafisah adalah sahabat Sayyidah Khadijah. Dia memiliki peran penting dalam terwujudnya pernikahan Nabi Muhammad dengan sahabatnya itu. Semula Sayyidah Khadijah curhat kepada Nafisah perihal perasaannya terhadap Nabi Muhammad. Mulanya, Sayyidah Khadijah minder dan ragu apakah Nabi Muhammad mau menerimanya, mengingat perbedaan status dan umurnya yang sangat mencolok.
Tapi, Nafisah berhasil meyakinkan Sayyidah Khadijah bahwa dia adalah orang yang pantas bagi Nabi Muhammad. Selain memiliki nasab yang agung, Sayyidah Khadijah adalah seorang saudagar yang sukses dan perempuan yang dihormati di Makkah.
Nafisah kemudian menyusun sebuah rencana. Ia menemui Nabi Muhammad dan menceritakan semuanya tentang perasaan Khadijah. dia lah yang menyambungkan perasaan Sayyidah Khadijah kepada Nabi Muhammad.
"Muhammad, aku Nafisah binti Munyah. Aku datang membawa berita tentang seorang perempuan agung, suci, dan mulia. Pokoknya ia sempurna, sangat cocok denganmu. Kalau kau mau, aku bisa menyebut namamu di sisinya," kata Nafisah kepada Muhammad, dikutip dari Bilik-bilik Cinta Muhammad (Nizar Abazhah, 2018).
Nafisah adalah orang yang cerdik. Setelah menyampaikan ‘lamaran’ Sayyidah Khadijah, ia tidak meminta Nabi Muhammad untuk menjawab secara langsung pada saat itu juga. Nabi Muhammad diberi waktu untuk memikirkan dan merenungkannya. Apa yang dilakukan Nafisah ini menjadi pintu dari perjalanan cinta Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah.
Singkat cerita, baik Nabi Muhammad maupun Sayyidah Khadijah kemudian berdiskusi dengan keluarga besarnya masing-masing untuk menindak lanjuti apa yang disampaikan Nafisah tersebut. Setelah melalui pertimbangan yang matang, akhirnya kedua keluarga besar sepakat untuk menikahkan anak-anaknya.
Nabi Muhamamad diantar oleh pamannya Abu Thalib dan Hamzah berangkat ke rumah Sayyidah Khadijah. Mereka disambut oleh paman Sayyidah Khadijah, Amr bin Asad. Abu Thalib yang ditunjuk sebagai juru bicara Nabi Muhammad langsung menyampaikan khutbah tentang maksud dan tujuan kedatangan mereka ke kediaman Sayyidah Khadijah.
Merujuk buku Membaca Sirah Nabi Muhammad saw dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), berikut khutbah lengkap Abu Thalib saat meminang Sayyidah Khadijah untuk keponakannya; "Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita anak keturunan Ibrahim, hasil tumbuhan Isma’il, dan berasal usul dari Ma’d, serta unsur kejadian dari Mudhar. (Segala puji bagi-Nya) yang menjadikan kami pemelihara rumah-Nya, pengelola tanah suci-Nya, dan menganugerahi kita rumah (Kakbah) yang dikunjungi, wilayah yang aman, dan menjadikan kita penguasa-penguasa atas manusia," kata Abu Thalib.
"Selanjutnya, anak saudaraku ini, Muhammad, adalah dia yang tidak diukur seorang pemuda pun dari Quraisy, kecuali dia mengunggulinya dalam kemuliaan, keluhuran, keutamaan, dan akal. Kedati dalam hal harta dia memiliki sedikit, tetapi harta adalah bayangan yang hilang dan pinjaman yang harus dikembalikan. Muhammad adalah siapa yang hadirin telah kenal keluarganya. Dia melamar Khadijah putri Khuwailid, dan bersedia memberi mahar dari harta milikku yang jumlahnya secara tunda sekian dan kontan sekian. Di samping itu, dia, demi Allah, sungguh bakal menjadi berita penting dan peristiwa agung," tambahnya.
Khutbah lamaran yang disampaikan Abu Thalib tersebut dibalas oleh Amr bin Asd dengan sebuah ‘perumpamaan’. Kata Amr, "Ini adalah unta jantan yang tidak dipotong atau ditandai hidungnya." Dalam masyarakat Arab, unta berketuruna baik maka hidungya tidak dilukai. Unta tersebut juga diberi kebebasan mendekati unta betina manapun untuk melanjutkan keturunannya.
Sementara unta yang berasal dari keturunan yang tidak terpuji akan ditandai hidungnya. Ia dijauhkan dari unta betina agar tidak melahirkan keturunan yang buruk.
Riwayat lain menyebutkan bahwa Waraqah bin Naufal lah yang menyambut khutbah Abu Thalib tersebut. kata Waraqah: "Segala puji bagi Allah yang menjadikan kita sebagaimana yang Anda sebut-sebut. Kita adalah pemuka-pemuka masyarakat Arab dan pemimpin-pemimpinnya, saudara-saudara wajar untuk kemuliaan itu, keluarga besar pun tidak mengingkarinya keutamaan saudara-saudara, tidak juga seorang pun bisa menampik kebanggaan dan kemuliaan saudara-saudara."
"Kami senang menjalin hubungan dengan saudara-saudara dan menghubungkan (diri) dengan kemuliaan saudara-saudara, maka bersaksilah atasku wahai masyarakat Quraisy bahwa sesungguhnya aku telah menikahkan Khadijah binti Khuwailid dengan Muhammad putra Abdullah dengan emas kawin 400 dinar," kata Waraqah bin Naufah.
Setelah mendengar perkataan Waraqah, Abu Thalib mengatakan bahwa dirinya senang bila paman Sayyidah Khadijah, Amr bin Asad, juga ikut berkhutbah untuk menikahkan Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah.
"Bersaksilah atasku, bahwa aku telah menikahkan Muhammad bin Abdullah dengan Khadijah binti Khuwailid," kata Amr bin Asad yang disaksikan para pemuka Quraisy. Dengan demikian, maka Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah resmi menjadi suami-istri.
Nabi Muhammad Mendapatkan Wahyu Pertama
Sebelum menjadi Rasul, Nabi Muhammad sudah mendapatkan beberapa karunia istimewa dari Allah seperti wajahnya terlihat bersinar dan bersih. Hal ini nyatanya menjadi pertanda kebesaran Allah yang menandakan akan datangnya nabi terakhir dengan kedudukan tertinggi sampai akhir zaman.
Ketika usia beliau mendekati 40 tahun, beliau telah banyak merenungi keadaan kaumnya dan menyadari banyak keadaan kaumnya tidak sejalan dengan kebenaran. Beliau pun mulai sering uzlah (mengasingkan diri) dari kaumnya. Beliau biasa ber-tahannuts di gua Hira yang terletak di Jabal Nur, dengan membawa bekal air dan roti gandum. Gua Hira merupakan gua kecil yang berukuran lebar 1,75 hasta dan panjang 4 hasta dengan ukuran dzira’ hadid (ukuran hasta dari besi).
Beliau tinggal di dalam gua tersebut selama bulan Ramadhan. Beliau menghabiskan waktu untuk beribadah di sana dan banyak merenungi kekuasaan Allah di alam semesta yang begitu sempurna. Selama perenungan itu juga beliau semakin menyadari keterpurukan kaumnya yang masih terbelenggu oleh keyakinan syirik. Namun ketika itu beliau belum memiliki jalan yang terang dan manhaj yang jelas mengenai bagaimana jalan yang harus ditempuh.
Ketika usia beliau genap 40 tahun, tanda-tanda kenabian semakin nampak dan bersinar. Diantaranya ada sebuah batu di Mekkah yang mengucapkan salam kepada beliau. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إِنِّي لَأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ أُبْعَثَ إِنِّي لَأَعْرِفُهُ الْآنَ
“Sungguh aku mengetahui sebuah batu di Mekkah yang mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus (menjadi Nabi). Dan aku masih mengenalkan sampai sekarang” (HR. Muslim no. 2277).
Kemudian diantara tanda lainnya adalah mimpi-mimpi beliau semakin jelas, yang disebut dengan ru’ya ash shalihah atau ru’ya ash shadiqah. Dan ini merupakan salah satu tanda kenabian. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنْ النُّبُوَّةِ
“Mimpi yang benar adalah salah satu dari 46 tanda kenabian” (HR. Muslim no. 2263).
Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan, “Al Baihaqi mengisahkan bahwa masa ru’ya ash shalihah berlangsung selama 6 bulan. Berdasarkan hal ini, maka permulaan kenabian dengan adanya ru’ya ash shalihah terjadi pada bulan kelahiran beliau yaitu Rabi’ul Awwal, setelah beliau genap 40 tahun. Sedangkan wahyu dalam kondisi terjaga terjadi pada bulan Ramadhan” (Fathul Bari, 1/27).
Ketika uzlah beliau memasuki tahun ketiga, tepatnya di bulan Ramadhan, Allah Ta’ala menakdirkan ketika itu turun wahyu pertama kepada beliau dan diangkatnya beliau menjadi Nabi. Malaikat Jibril turun kepadanya dengan membawa wahyu pertama.
Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri, dalam kitab beliau Rahiqul Makhtum, menelaah waktu turunnya wahyu pertama ini, dan beliau menyimpulkan bahwa peristiwa ini terjadi pada hari Senin tanggal 21 Ramadhan di malam hari, bertepatan dengan 10 Agustus 610M. Dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam saat itu berusia 40 tahun, 6 bulan, 12 hari menurut kalender hijriyah. Atau sekitar 39 tahun, 3 bulan dan 20 hari menurut kalender masehi.
Ayat Pertama Yang Turun
Ada 3 pendapat yang disebutkan para ulama mengenai ayat mana yang pertama kali turun:
Pendapat pertama: yang pertama kali turun adalah surat Al ‘Alaq ayat 1 – 5. Sebagaimana keterangan dari Aisyah radhiallahu’anha, beliau menyebutkan:
أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ فَكَانَ لَا يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلَاءُ وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ وَهُوَ التَّعَبُّدُ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ اقْرَأْ قَالَ مَا أَنَا بِقَارِئٍ قَالَ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ قُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ } اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ {
“Awal turunnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dimulai dengan ar ru’ya ash shadiqah (mimpi yang benar dalam tidur). Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau dianugerahi rasa ingin untuk menyendiri. Nabi pun memilih gua Hira dan ber-tahannuts. Yaitu ibadah di malam hari dalam beberapa waktu. Kemudian beliau kembali kepada keluarganya untuk mempersiapkan bekal untuk ber-tahannuts kembali. Kemudian Beliau menemui Khadijah mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya datang Al Haq saat Beliau di gua Hira. Malaikat Jibril datang dan berkata: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!”. Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah)” (HR. Bukhari no. 6982, Muslim no. 160).
Pendapat kedua: yang pertama kali turun adalah surat Al Mudatsir 1 – 3. Berdasarkan keterangan dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu. Dari Abu Salamah bin Abdirrahman ia mengatakan:
سألتُ جابرَ بنَ عبدِ اللهِ : أيُّ القرآنِ أنْزِلَ أوَّلُ ؟ فقالَ : {يَا أَيُّهَا المُدَّثِّرُ } . فقلتُ : أنْبِئْتُ أنَّهُ : { اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ} . فقالَ : لا أخْبِرُكَ إلا بمَا قالَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ ، قالَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ : ( جَاوَرْتُ في حِراءَ ، فلمَّا قضَيتُ جِوارِي هَبَطْتُ ، فاسْتَبْطَنْتُ الوادِيَ ، فَنُودِيتُ ، فَنَظَرْتُ أمَامِي وخَلْفِي ، وعن يمِينِي وعن شِمَالي ، فإذَا هوَ جالسٌ على عرْشٍ بينَ السماءِ والأرضِ ، فَأَتَيْتُ خدِيجَةَ فقلتُ : دَثِّرُونِي وصبُّوا عليَّ ماءً بارِدًا ، وأُنْزِلَ عليَّ : { يَا أَيُّهَا المُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ} ) .
“Aku bertanya kepada Jabir bin Abdillah: ayat Al Qur’an mana yang pertama kali turun? Jabir menjawab: Yaa ayyuhal muddatsir. Abu Salamah menukas: bukanlah iqra bismirabbika? Jabir mengatakan: tidak akan aku kabarkan kecuali apa yang disabdakan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda: “Aku berdiam diri di gua Hira’, ketika selesai berdiam, aku pun beranjak turun (keluar). Lalu ada yang menyeruku, aku pun melihat ke sebelah depan dan belakangku dan ke sebelah kanan dan kiriku. Ternyata, (yang memanggilku) ia duduk di atas Arasy antara langit dan bumi. Lalu aku bergegas mendatangi Khadijah lalu aku berkata, ‘Selimutilah aku. Dan tuangkanlah air dingin pada tubuhku’. Lalu turunlah ayat: ‘Yaa ayyuhal muddatsir, qum fa-anzhir warabbaka fakabbir (Wahai orang yang berselimut, bangunlah dan berilah peringatakan. Dan Tuhan-mu, agungkanlah)'”” (HR. Bukhari no. 4924).
Pendapat ketiga: yang pertama kali turun adalah surat Al Fatihah. Dalam sebuah riwayat:
عن أبي اسحاق عن أبي ميسرة قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سمع الصوت انطلق هاربا, وذكر نزول الملك عليه و قوله : الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ … إلى أخرها
“Dari Abu Ishaq dari Abu Maysarah ia berkata, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mendengar suara (gaib) beliau pun pergi dalam keadaan takut. Kemudian beliau menyebutkan tentang datangnya Malaikat dan menyampaikan: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin… sampai akhir surat” (dinukil dari Al Burhan fi Ulumil Qur’an, 207).
Kompromi dari tiga pendapat ini adalah, bahwa ayat yang pertama kali turun adalah Al ‘Alaq 1-5 sedangkan yang pertama kali turun berupa perintah untuk tabligh (menyebarkan Islam) adalah Al Muddatsir 1-3 dan yang pertama kali turun berupa surat secara sempurna adalah Al Fatihah ( Al Burhan fi Ulumil Qur’an, 207, karya Badruddin Az Zarkasyi).
Setelah Wahyu Pertama Turun
Setelah menerima wahyu di gua Hira, beliau Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kembali ke rumah Khadijah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah radhiallahu ta’ala ‘anha:
فرجَع بها ترجُفُ بوادرُه حتَّى دخَل على خديجةَ فقال: زمِّلوني زمِّلوني فزمَّلوه حتَّى ذهَب عنه الرَّوعُ ثمَّ قال: يا خديجةُ ما لي ؟ وأخبَرها الخبرَ وقال: قد خشيتُه علَيَّ فقالت: كلَّا أبشِرْ فواللهِ لا يُخزيك اللهُ أبدًا إنَّك لَتصِلُ الرَّحمَ وتصدُقُ الحديثَ وتحمِلُ الكَلَّ وتَقري الضَّيفَ وتُعينُ على نوائبِ الحقِّ ثمَّ انطلَقَت به خديجةُ حتَّى أتَتْ به ورقةَ بنَ نوفلٍ وكان أخا أبيها وكان امرأً تنصَّر في الجاهليَّةِ وكان يكتُبُ الكتابَ العربيَّ فيكتُبُ بالعربيَّةِ مِن الإنجيلِ ما شاء أنْ يكتُبَ وكان شيخًا كبيرًا قد عمِيَ فقالت له خديجةُ: أيْ عمِّ، اسمَعْ مِن ابنِ أخيك فقال ورقةُ: ابنَ أخي، ما ترى ؟ فأخبَره رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ما رأى فقال ورقةُ: هذا النَّاموسُ الَّذي أُنزِل على موسى يا ليتَني أكونُ فيها جذَعًا أكونُ حيًّا حينَ يُخرِجُك قومُك فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: أمُخرِجيَّ هم ؟ ! قال: نَعم لم يأتِ أحدٌ قطُّ بما جِئْتَ به إلَّا عُودِي وأوذي وإنْ يُدرِكْني يومُك أنصُرْك نصرًا مؤزَّرًا ثمَّ لم ينشَبْ ورقةُ أنْ تُوفِّي
“Beliaupun pulang dalam kondisi gemetar dan bergegas hingga masuk ke rumah Khadijah. Kemudian Nabi berkata kepadanya: Selimuti aku, selimuti aku. Maka Khadijah pun menyelimutinya hingga hilang rasa takutnya. Kemudian Nabi bertanya: ‘wahai Khadijah, apa yang terjadi denganku ini?’. Lalu Nabi menceritakan kejadian yang beliau alamai kemudian mengatakan, ‘aku amat khawatir terhadap diriku’. Maka Khadijah mengatakan, ‘sekali-kali janganlah takut! Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Sungguh engkau adalah orang yang menyambung tali silaturahmi, pemikul beban orang lain yang susah, pemberi orang yang miskin, penjamu tamu serta penolong orang yang menegakkan kebenaran. Setelah itu Khadijah pergi bersama Nabi menemui Waraqah bin Naufal, ia adalah saudara dari ayahnya Khadijah. Waraqah telah memeluk agama Nasrani sejak zaman jahiliyah. Ia pandai menulis Al Kitab dalam bahasa Arab. Maka disalinnya Kitab Injil dalam bahasa Arab seberapa yang dikehendaki Allah untuk dapat ditulis. Namun usianya ketika itu telah lanjut dan matanya telah buta.
Khadijah berkata kepada Waraqah, “wahai paman. Dengarkan kabar dari anak saudaramu ini”. Waraqah berkata, “Wahai anak saudaraku. Apa yang terjadi atas dirimu?”. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menceritakan kepadanya semua peristiwa yang telah dialaminya. Waraqah berkata, “(Jibril) ini adalah Namus yang pernah diutus Allah kepada Nabi Musa. Duhai, semoga saya masih hidup ketika kamu diusir oleh kaummu”. Nabi bertanya, “Apakah mereka akan mengusir aku?” Waraqah menjawab, “Ya, betul. Tidak ada seorang pun yang diberi wahyu seperti engkau kecuali pasti dimusuhi orang. Jika aku masih mendapati hari itu niscaya aku akan menolongmu sekuat-kuatnya”. Tidak berapa lama kemudian Waraqah meninggal dunia” (HR. Al Bukhari no. 6982).
Masa Fatrah, Tidak Ada Wahyu Yang Turun
Setelah wahyu pertama turun, setelah itu wahyu berhenti turun untuk beberapa waktu. Masa-masa tidak ada wahyu yang turun ini disebut dengan masa fatratul wahyi. Dalam hadits riwayat Bukhari disebutkan:
وفتَر الوحيُ فترةً حتَّى حزِن رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم [ فيما بلَغَنا ] حزنًا غدَا منه مِرارًا لكي يتردَّى مِن رؤوسِ شواهقِ الجبالِ فكلَّما أوفى بذِروةِ جبلٍ كي يُلقيَ نفسَه منها تبدَّى له جبريلُ فقال له: يا محمَّدُ إنَّك رسولُ اللهِ حقًّا فيسكُنُ لذلك جأشُه وتقَرُّ نفسُه
“Telah sampai informasi kepada kami bahwa masa fatrah terjadi begitu lama hingga Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersedih hati. Yang ini membuat beliau berulang kali berlari kencang ke atas bukit untuk melompat. Setiap kali beliau sampai ke atas bukit, malaikat Jibril menampakkan diri dan berkata: ‘wahai Muhammad, engkau adalah benar-benar Rasulullah’. Sehingga hati dan jiwa beliau menjadi tenang” (HR. Al Bukhari no. 6982).
Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan:
وَقَعَ فِي تَارِيخِ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ عَنِ الشَّعْبِيِّ أَنَّ مُدَّةَ فَتْرَةِ الْوَحْيِ كَانَت ثَلَاث سِنِين ، وَبِه جزم ابن إِسْحَاقَ
“Terdapat riwayat dari Tarikh Ahmad bin Hambal, dari Asy Sya’bi bahwa rentang waktu fatratul wahyi adalah 3 tahun, ini pendapat yang dipegang oleh Ibnu Ishaq” (Fathul Baari, 1/27).
Ibnu Katsir menyebutkan:
قَالَ بَعْضُهُمْ: كَانَتْ مُدَّةُ الْفَتْرَةِ قَرِيبًا مِنْ سَنَتَيْنِ أَوْ سَنَتَيْنِ وَنِصْفٍ
“Sebagian ulama mengatakan bahwa rentang waktu rentang waktu fatratul wahyi adalah 2 tahun atau 2,5 tahun” (Al Bidayah wan Nihayah, 4/42).
Dan sebagian ulama juga ada yang berpendapat fatratul wahyi hanya beberapa hari saja.
Lalu setelah berakhir masa fatratul wahyi, turunlah wahyu kedua yaitu surat Al Mudatsir ayat 1 sampai 7, sebagaimana yang ada dalam hadits Jabir radhiallahu’anhu di atas.
Dengan demikian, beliau diangkat menjadi seorang Rasulullah. Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam matan Tsalatsatul Ushul mengatakan:
نبئ باقرأ وأرسل بالمدثر
“Beliau diangkat menjadi Nabi dengan “Iqra’” dan diangkat menjadi Rasul dengan ‘Al Mudatsir’”
Dakwah Pertama Nabi Muhammad
Usai tiga tahun Nabi Muhammad melakukan dakwah dengan sembunyi-sembunyi, atas perintah Allah, Nabi pun mulai berdakwah secara terang-terangan. Salah satu cara berdakwah terang-terangan adalah dengan berdakwah kepada kerabat dekat. Dalam buku Shirah Nabawiyah karya Syekh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri menceritakan, bahwa hal pertama yang dilakukan setelah turunnya ayat Alquran Asy-Syu'ara Ayat 214 adalah mengundang Bani Hasyim.
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat,
Mereka yang hadir dalam undangan Rasulullah diantaranya Bani Al-Muththalib bin Abdi Manaf, yang jumlahnya ada 45 orang. Namun sebelum Rasulullah berbicara, Abu Lahab sudah mendahului angkat bicara.
"Mereka yang hadir di sini adalah paman-pamanmu sendiri dan anak- anaknya. Maka bicaralah jika ingin berbicara dan tidak perlu bersikap kekanak- kanakan. Ketahuilah bahwa tidak ada orang Arab yang berani mengernyitkan dahi terhadap kaummu. Dengan begitu aku berhak menghukummu. Biarkanlah urusan bani bapakmu. Jika engkau tetap bertahan pada urusanmu ini, maka itu lebih mudah bagi mereka daripada seluruh kabilah Quraisy menerkammu dan semua bangsa Arab ikut campur tangan. Engkau tidak pernah melihat seorang pun dari bani bapaknya yang pernah berbuat macam-macam seperti engkau perbuat saat ini,"ujar Abu Lahab.
Rasulullah hanya diam dan sama sekali tidak berbicara dalam pertemuan itu. Kemudian beliau mengundang mereka untuk yang kedua kalinya, dan dalam pertemuan itu beliau bersabda,
"Segala puji bagi Allah dan aku memuji-Nya, memohon pertolongan, percaya dan tawakal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya."
Kemudian beliau melanjutkan lagi. "Sesungguhnya scorang pemandu itu tidak akan mendustakan keluarganya. Demi Allah yang tidak ada selain Dia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian secara khusus dan kepada manusia secara umum. Demi Allah, kalian benar-benar akan mati layaknya sedang tidur nyenyak dan akan dibangkitkan lagi layaknya bangun tidur. Kalian benar-benar akan dihisab terhadap apa pun yang kalian perbuat, lalu di sana ada surga yang abadi dan neraka yang abadi pula."
Kemudian Abu Thalib berkata, "Kami tidak suka menolongmu, menjadi penasihatmu dan membenarkan perkataanmu. Orang-orang yang menjadi Bani bapakmu ini sudah bersepakat. Aku hanyalah segelintir orang di antara mereka. Namun akulah orang yang pertama kali mendukung apa yang engkau sukai. Maka lanjutkanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Demi Allah, aku senantiasa akan menjaga dan melindungimu, namun aku tidak mempunyai pilihan lain untuk meninggalkan agama Bani Abdul Muththalib."
Abu Lahab berkata, "Demi Allah, ini adalah kabar buruk. Ambillah tindakan terhadap dirinya sebelum orang lain yang melakukannya." Abu Thalib menimpali, "Demi Allah kami tetap akan melindungi selagi kami masih hidup."
Pertentangan dari Kaum Kafir Quraisy
Bersama dengan kaum kafir Quraisy lainnya, Abu Jahal dan Abu Lahab menentang dakwah Rasulullah. Keduanya bahkan sempat mengintimidasi pengikutnya agar meninggalkan Nabi. Mereka khawatir jika ajaran dari Muhammad hanya bisa merusak agama nenek moyang yakni menyembah berhala.
Banyak dari kaum Quraisy yang mencoba segala cara untuk membunuh Nabi Muhammad. Mereka juga memberikan uang tebusan pada Abu Thalib agar membiarkan Rasul wafat. Rencana pembunuhan ini pun sering melibatkan orang luar agar tidak memecahkan perang saudara.
Dakwah Rasulullah merupakan dakwah yang dipenuhi halangan. Islam dulunya tidak langsung diterima oleh para umatnya begitu saja, bahkan banyak cacian dan makian yang diterima Rasulullah dalam menyebarkan wahyu-wahyu Allah. Bukit Safa merupakan tempat pertama Rasulullah mengabarkan secara terbuka perihal Islam kepada para saudara dan kaum Quraisy. Dikatakan bahwa dakwah pertama Rasulullah tersebut merupakan alasan kenapa kaum Quraisy sangat membenci Rasulullah setelahnya.
Mengenal Dakwah Pertama Rasulullah Secara Terbuka
Menyinggung perihal peristiwa di bukit Safa, sebenarnya bukan merupakan dakwah pertama Rasulullah dalam menyebarkan ajaran Islam, melainkan lebih tepatnya adalah dakwah terbuka pertama. Pasalnya, pasca Rasulullah menerima wahyu dari gua Hira, Rasulullah sudah mendakwahkan Islam secara siriyyah (sembunyi-sembunyi). Yang mana ajaran Islam itu diterima oleh kerabat-kerabat dekat Rasulullah (Khadijah, Zaid bin Tsabit, Ali bi Abi Thalib, Abu Bakr, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqash, Waraqah bin Naufal, Zubair bin Awwam, Abu Dzar Al-Ghifari, Umar bin Anbasah dan Sa’id bin Al-‘Ash.).
Pemimpin-pemimpun Quraisy pun sebenarnya sudah mendengar desas-desus perihal adanya ajaran baru, namun tidak terlalu mereka hiraukan karena belum terlihat pergerakannya secara terang. Hingga sampai masa dimana Rasulullah mulai mengumpulkan dan menyiarkannya di bukit Safa.
Penyampaian Wahyu dan Penolakan Kaum Quraisy
Mengenal dakwah pertama Rasullah diawali dari latar belakang yang mendasari Rasulullah mulai menyebarkan Islam secara terbuka, yakni wahyu yang diturunkan Allah. QS, Al-Hijr ayat 94 dan 95 yang berbunyi :
فَٱصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ ٱلْمُشْرِكِينَ
إِنَّا كَفَيْنَٰكَ ٱلْمُسْتَهْزِءِينَ
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olok (kamu).” (Qs. Al-Hijir 94-95).
Itulah kenapa, dikisahkan bahwa Rasulullah kala itu mendatangi rumah tempat tinggal para kerabat dan mengabarkan kepada mereka untuk berkumpul di bukit Safa. Berita tersebut menyebar di telinga beberapa orang, termasuk Abu Lahab. Mereka semua penasaran karena Rasulullah bilang bahwa ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting.
“Ya…Shabah!” teriak Rasulullah sembari berdiri gagah di atas bukit Safa. Para penduduk yang menyanggupi permintaan Rasulullah pun bergerumul mendekat saat mereka mendengar seruan itu. Mereka semua tau bahwa seruan ‘ya shabah’ adalah seruan yang digunakan untuk mengabarkan sesuatu yang penting, seperti datangnya perang ataupun peristiwa besar.
“Bagaimanakah menurut pendapat kalian, kalau aku memberitahu kalian bahwa ada segerombolan pasukan berkuda di lembah sana, yang ingin menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayaiku?” Ujar Rasulullah mencoba menarik perhatian orang-orang yang datang.
“Ya! Kami tidak pernah tahu dari dirimu selain kejujuran,” Jawab mereka. Mendengar jawaban itu, Rasulullah pun semakin mantap. Beliau kemudian mengabarkan tujuan utama dikumpulkannya orang-orang di bukit Safa.
“Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan kepada kalian semua tentang akan datangnya azab yang amat pedih. Aku ibarat seorang pemantau musuh yang memperhatikan musuh dari tempat yang tinggi, lalu mengabarkan ke semua orang agar mereka tidak diserang secara tiba-tiba.” Ujar Rasulullah secara terang.
“Wahai kaum Quraisy. Pasrahkanlah diri kalian kepada Allah! Selamatkanlah diri kalian dari api neraka, karena sesungguhnya aku tidak dapat memberikan manfaat dan mudharat apapun di sisi Allah, dan aku tak memiliki kuasa untuk membela kalian.”
“Wahai Bani Abdu Manaf, selamatkanlah diri kalian dari api neraka, Sesungguhnya aku tidak dapat memberikan mudharat dan manfaat. Aku tidak bisa menjamin perlindungan apapun di sisi Allah.”
“Wahai Bani Abdu Syams, selamatkanlah diri kalian dari siksa api neraka! Wahai Bani Hasyim, selamatkanlah diri kalian dari siksa api neraka!”
“Wahai bibiku, Syafiyyah binti Abdul Muthalib, aku tidak dapat memberikan perlindungan apapun disisi Allah.”
“Wahai Fathimah binti Muhammad, selamatkanlah dirimu dari api neraka, karena sesungguhnya aku tidak dapat memberikan mudharat dan manfaat. Aku tidak dapat memberikan perlindungan apapun di sisi Allah. Hanya saja, karena aku memiliki hubungan silaturrahim dengan kalian, maka akan aku gunakan sesuai haknya.”
Mendengar seruan lantang Rasulullah, orang orang yang datang nampak bingung. Mereka tidak bereaksi apapun. Masih mencoba menelaah apa yang terjadi. Hingga pada akhirnya, Abu Lahab lah yang menimpali.
“Celakalah kau sepanjang hari ini! Apakah hanya untuk hal ini kau mengumpulkan kami?” balas Abu Lahab marah. Atas ucapan dan perbuatannya yang buruk, Allah SWT menurunkan surah Al-Lahab.
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sungguh dia akan binasa. (Q.S. Al-Lahab : 1).”
Pasca Dakwah Terbuka Pertama Rasulullah
Berita pun menyebar secara cepat ke seluruh penjuru Mekkah. Muhammad dan ajaran yang disampaikannya menjadi trending topic yang sering dibicarakan penduduk kala itu.
Karena Rasulullah telah menerima wahyu QS, Al-Hijr ayat 94-95, yang menyuruh bahwasanya dakwah harus disampaikan terang terangan, Rasulullah pun semakin gencar dalam mengabarkan dakwahnya. Dikisahkan juga bahwa Rasulullah bahkan sempat mendirikan salat di depan ka’bah secara terang terangan kala siang hari.
Ajaran Islam berkembang kala itu. Lambat laun orang-orang mulai membuka diri dan mulai menerima ajaran Allah. Namun tentu saja ada beberapa perkara yang menjadi isu dalam masyarakat, seperti perbedaan pendapat antara beberapa keluarga (yang sebagian mau masuk islam dan sebagian tidak mau) sehingga menimbulkan rasa saling benci dan menjauh satu sama lain. Dan penolakan kaum Quraisy yang dari awal sudah tidak suka dengan ajaran yang disampaikan Rasulullah.
Rasa tidak suka kaum Quraisy terhadap Rasulullah dan para Sahabat pun bisa dikatakan langgeng, pasalnya perjuangan dakwah kaum muslimin semakin hari semakin berat karena selalu diusik dan diganggu pihak kafir Quraisy yang memang tidak menyambut dan tidak mau melihat Islam berkembang.
Setelah mengenal dakwah pertama Rasulullah secara terbuka ini, jika kita melihat ke belakang dan mengingat betapa kerasnya perjuangan Rasulullah dalam membela ajaran Allah, kita akan mengetahui bahwa nikmat Islam yang kita nikmati hari ini tidak akan terwujud jika Rasulullah tidak naik ke bukit Safa kala itu. Itulah kenapa saat kita beribadah ke Makkah, banyak yang mengatakan bahwa berhadap-hadapan dengan bukit Safa maka kita akan merasakan guncangan emosional yang sangat hebat jika kita paham betapa banyaknya rasa sakit yang diterima Rasulullah kala menyampaikan dakwahnya.
Perintah Berzakat di Zaman Rasulullah
Memasuki zaman Rasulullah SAW tepatnya di tahun pertama di Madinah, Nabi dan sahabatnya serta kaum Muhajirin masih menghadapi usaha untuk tetap bertahan hidup. Hal ini karena tidak semua dari mereka merupakan orang berkecukupan, kecuali Usman bin Affan.
Kondisi kaum Muslimin yang sudah mulai sejahtera di tahun kedua Hijriah, barulah muncul perintah zakat. Nabi Muhammad SAW akhirnya langsung mengutus Mu’adz bin Jabal untuk menjadi Qadli di Yaman. Rasul pun memberikan nasihat kepadanya agar menyampaikan pada ahli kitab tentang hal ini.
Perintah Kurban di Masa Rasulullah
Nabi Muhammad melaksanakan perintah qurban ketika sedang melakukan haji Wada di Mina. Saat itu, Rasulullah menyembelih sebanyak 100 ekor unta. Beliau melaksanakannya sendiri pada 63 ekor sementara sisanya ia serahkan kepada Ali Bin Abi Thalib.
Penyembelihan ini Nabi Muhammad lakukan setelah melaksanakan Shalat Idul Adha. Perintah ini pun sudah ada di dalam Surah Al Hajj ayat 36 mengenai jenis hewan yang bisa umat Muslim jadikan sebagai kurban. Sebagai umat Muslim, juga harus mengetahui cara menyembelih dan tujuannya.
Wafatnya Nabi Muhammad
Abu Bakar sebagai sahabat Nabi Muhammad yang sedang tidak di Madinah, terjadilah peristiwa sangat menyedihkan. Rasulullah wafat bersamaan dengan turunnya wahyu Allah yakni Surat Az Zumar ayat 30, artinya “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula.”.
Nabi Muhammad mulai sakit di bulan Shafar tahun 11 Hijriah. Beliau sakit kepala dan demam hingga akhirnya membuat suhu tubuh meninggi. Kondisi ini terjadi selama kurang lebih 2 minggu. Rasulullah akhirnya mengunjungi rumah istri-istrinya dan tiba di kediaman Aisyah dengan badan sudah lemah.
Wallahu a’lam Hanya Allah Yang Maha Mengetahui
Berikut sepenggal kisah Nabi Muhammad, Semoga bermanfaat
Kategori : Quote, AskPedia, AskNews, Perpustakaan, Nasional, Internasional, Flora & Fauna, Tehnologi, Properti, Travel, Sport, Food, Kesehatan, Populer, Entertainment, Agama, Vidio.
Posting Komentar