Kiprahnya H. Muhammad Khalil Dalam Pembentukan Nahdlatul Ulama

 Ask - Ask.co.id - Index

Assalamualaikum Sahabat Bagaimana Keadaan Kalian Hari Ini, Kami Doakan Semoga Sehat Selalu.

Kiprahnya H. Muhammad Khalil Dalam Pembentukan Nahdlatul Ulama

Kiprahnya H. Muhammad Khalil Dalam Pembentukan Nahdlatul Ulama

Kiprahnya Dalam Pembentukan Nahdlatul Ulama

Peran KH. Muhammad Khalil dalam melahirkan NU, pada dasarnya tidak dapat diragukan lagi, hal ini didukung dari suksesnya salah satu dari muridnya, KH. Hasyim Asy’ari, menjadi tokoh dan panutan masyarakat NU. Namun demikian, satu yang perlu digaris bawahi bahwa KH. Muhammad Khalil bukanlah tokoh sentral dari NU, karena tokoh tersebut tetap pada KH. Hasyim Asy’ari sendiri. Mengulas kembali ringkasan sejarah mengenai pembentukan NU, ini berawal pada tahun 1924, saat di Surabaya terdapat sebuah kelompok diskusi yang bernama Tashwirul Afkar (potret pemikiran), yang didirikan oleh salah seorang Kyai muda yang cukup ternama pada waktu itu, KH. Abdul Wahab Hasbullah. Kelompok ini lahir dari kepedulian para ulama terhadap gejolak dan tantangan yang di hadapi umat Islam kala itu, baik mengenai praktik-praktik keagamaan maupun dalam bidang pendidikan dan politik.


Pada perkembangannya kemudian, peserta kelompok diskusi ingin mendirikan Jam’iyah (organisasi) yang ruang lingkupnya lebih besar daripada hanya sebuah kelompok diskusi. Maka, dalam berbagai kesempatan, KH. Abdul Wahab Hasbullah selalu menyosialisasikan ide untuk mendirikan Jam’iyah itu. Dan hal ini tampaknya tidak ada persoalan, sehingga diterima dengan cukup baik ke semua lapisan. Tak terkecuali dari KH. Hasyim Asy’ari, Kyai yang paling berpengaruh pada saat itu.

Namun, KH. Hasyim Asy’ari, awalnya, tidak serta-merta menerima dan merestui ide tersebut. Terbilang hari dan bulan, KH. Hasyim Asy’ari melakukan shalat istikharah untuk memohon petunjuk Allah, namun petunjuk itu tak kunjung datang.


Sementara itu, KH. Muhammad Khalil, guru KH. Hasyim Asy’ari, yang juga guru KH. Abdul Wahab Hasbullah, diam-diam mengamati kondisi itu, dan ternyata ia langsung tanggap, dan meminta seorang santri yang masih terbilang cucunya sendiri, dipanggil untuk menghadap kepadanya.

“Saat ini, KH. Hasyim Asy’ari sedang resah, antarkan dan berikan tongkat ini kepadanya.” Kata KH. Muhammad Khalil sambil menyerahkan sebuah tongkat. Baik, Kyai.” Jawab KH. As’ad sambil menerima tongkat itu.

“Bacakanlah kepada KH. Hasyim Asy’ari ayat-ayat ini :

وَمَا تِلْكَ بِيَمِيْنِكَ يَا مُوْسَى(17) قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّؤُا عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِيْ وَلِيَ فِيْهَا مَاٰرِبُ أُخْرٰى(18)قَالَ أَلْقِهَا يٰمُوْسٰى(19)فَأَلْقٰهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعٰى (20) قَالَ خُذْهَا وَلا تَخَفْ سَنُعِيْدُهَا سِيْرَتَهَا الأُولٰى(21) وَاضْمُمْ يَدَكَ إِلٰى جَنَاحِكَ تَخْرُجْ بَيْضَآءَ مِنْ غَيْرِ سُوْءٍ آيَةً أُخْرٰى(22) لِنُرِيَكَ مِنْ اٰيٰتِنَا الْكُبْرٰى (23)

” Pesan KH. Muhammad Khalil.

As’ad segera pergi ke Tebuireng, ke kediaman KH. Hasyim Asy’ari, dan di situlah berdiri pesantren yang diasuh oleh KH. Hasyim Asy’ari. Mendengar ada utusan dari KH. Muhammad Khalil datang, KH. Hasyim Asy’ari menduga pasti ada sesuatu, dan ternyata dugaan tersebut benar adanya. “Kyai, saya diutus Kyai Khalil untuk mengantarkan dan menyerahkan tongkat ini kepada Kyai.” Kata As’ad, pemuda berusia sekitar 27 tahun itu, sambil mengeluarkan sebuah tongkat, dan KH. Hasyim Asy’ari langsung menerimanya dengan penuh perasaan.


“Ada lagi yang harus kau sampaikan?” Tanya KH. Hasyim Asy’ari.“Ada Kyai,” jawab As’ad. Kemudian ia menyampaikan ayat yang disampaikan Kyai Khalil.

Mendengar ayat yang dibacakan As’ad, hati KH. Hasyim Asy’ari tergetar. Matanya menerawang, terbayang wajah KH. Muhammad Khalil yang tua dan bijak. KH. Hasyim Asy’ari menangkap isyarat, bahwa gurunya tidak keberatan kalau ia dan teman-temannya mendirikan Jam’iyah. Sejak saat itu, keinginan untuk mendirikan Jam’iyah semakin dimatangkan. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, setahun telah berlalu, namun Jam’iyah yang diidam idamkankan itu tak kunjung lahir. Sampai pada suatu hari, pemuda As’ad muncul lagi.


“Kyai, saya diutus oleh KH. Muhammad Khalil untuk menyampaikan tasbih ini,” kata As’ad. “Kyai juga diminta untuk mengamalkan Ya Jabbar, Ya Qahhar (lafadz asma’ul husna) setiap waktu,” tambah As’ad. Sekali lagi, pesan gurunya diterima dengan penuh perasaan. Kini hatinya semakin mantap untuk mendirikan Jam’iyah. Namun, sampai tak lama setelah itu, KH. Muhammad Khalil meninggal, dan keinginan untuk mendirikan Jam’iyah belum juga bisa terwujud. Baru setahun kemudian, tepatnya 16 Rajab 1344 H., “jabang bayi” yang ditunggu-tunggu itu lahir dan diberi nama Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU). Dan di kemudian hari, jabang bayi itu pun menjadi “raksasa”.

Tapi, bagaimana KH. Hasyim Asy’ari menangkap isyarat adanya restu dari KH. Muhammad Khalil untuk mendirikan NU dari sepotong tongkat dan tasbih? Tidak lain dan tak bukan karena tongkat dan tasbih itu diterimanya dari Kyai Khalil, seorang Kyai alim yang diyakini sebagai salah satu Wali Allah.    


Semoga Bermanfaat.

Banyak Hal Yang Akan Kita Bahas Silahkan Kunjungi Website Kami Secara Berkala Agar Anda Tidak Ketinggalan Informsi Yang Unik Dan Menarik Lainya, Share Bila Postingan Ini Bermanfaat.

Terimakasih Dan Sampai Jumpa.


Kategori : QuoteAskPediaAskNewsPerpustakaanNasionalInternasionalFlora & FaunaTehnologiPropertiTravelSportFoodKesehatanPopulerEntertainmentAgamaVidio.

Baca Juga

Komentar

Lebih baru Lebih lama