[Ask] Kenapa Riba Dilarang Dalam Islam
Riba secara bahasa artinya tambahan. Riba menurut syara’ artinya tambahan pada salah satu dari dua penukaran yang sejenis, tanpa ada penggantian pada tambahan tersebut.
Riba hukumnya haram sesuai dengan firman Allah SWT :
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰ
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ
“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. “ (QS. Al-Baqarah ayat 178).
Allah SWT mengancam orang yang bermu’amalah dengan riba dengan ancaman yang sangat berat, Allah SWT berfirman :
ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ “ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. “ (QS. Al-Baqarah ayat 275).
Maksud dari ayat tersebut adalah mereka tidak dapat bangkit dari kuburnya pada hari kiamat melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan karena (tekanan) penyakit gila. Hal ini disebabkan besarnya perut-perut mereka karena memakan riba ketika di dunia.
Rasulullah SAW menggolongkan riba ke dalam dosa-dosa besar , dan beliau melaknat orang-orang yang melakukan riba dalam keadaan apa pun .
“ Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, “ Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pemberinya, penulisnya dua saksinya. “
Dalam hadits yang lain disebutkan “ Mereka sama (dosanya) “ (HR. Muslim no. 1598).
HIKMAH DIHARAMKANNYA RIBA
Perbuatan riba dapat menimbulkan cinta kelezatan, ketamakan untuk
mendapatkan sesuatu dengan cara yang salah (tidak disyari’atkan), dan dapat
menghalangi rasa belas kasihan terhadap hamba-hamba Allah, karena riba sama dengan merampas harta orang lain.
Pengambil riba telah memakan harta manusia, sedang mereka tidak mendapatkan sesuatu pun sebagai gantinya. Yang memungut riba sama saja dengan memperbanyak harta mereka dengan cara merampok orang-orang fakir. Perbuatan riba cenderung menjadikan pelakunya malas, menarik diri dari pergaulan, dan tidak melakukan pekerjaan atau usaha yang dibolehkan serta bermanfaat.
Riba menjadi penyebab terputusnya kebaikan di antara manusia (misalnya hilangnya tolong-menolong di antara mereka) dan menutup pintu qardhul hasan (bentuk pinjaman tanpa bunga) di antara mereka. Sistem riba menjadikan segolongan dari pelakunya sewenang-wenang terhadap harta rakyat dan dapat menguasai perekonomian suatu negara dan itu termasuk perbuatan maksiat yang besar kepada Allah SWT. Apabila harta pemakan riba bertambah, maka Allah akan menghilangkan keberkahannya, seperti dalam firmannya :
يَمۡحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ
“ Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. “ (QS. Al-Baqarah ayat 276).
PEMBAGIAN RIBA
Menurut jumhur ulama fiqh bahwa jenis riba yaitu :
a. Riba Fadhl
Riba fadhl artinya terjadinya kelebihan pada salah satu barang riba yang sejenis.
Contohnya : Seseorang membeli 1000 kilo’ gandum dari orang lain dengan gandum 1.200 kilo’, kedunya saling menerima barang tersebut dengan tukar menukar dalam tempat akad. Maka ini termasuk tambahan, yaitu 200 kilo’ gandum, tak ada ganti untuknya, itu merupakan kelebihan
Hukum riba fadhl ini adalah haram dalam enam hal, yaitu : emas, perak, gandum, jewawut, kurma dan garam. Apabila ada seseorang menjual salah satu dari enam hal tersebut, maka haram baginya untuk menambah atau melebihi.
Sesuai hadis dari Abu Sa’id al-Khudri ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “ Penjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir (jewawut) dengan sya’ir (jewawut), kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus dilakukan secara sama (dalam timbangan atau takaran) dan langsung diserah terimakan (kontan). Barang siapa menambah-nambah atau minta ditambah maka ia telah melakukan riba, baik yang mengambil tambahan atau yang memberikan tambahan hukumnya sama. (HR.Riwayat Bukhari (no.2176,2175), Muslim (no.1584) dan lafazh ini milik Muslim).
Diqiaskan dengan enam barang ini adalah barang-barang yang sama illatnya (alasannya) dengan enam barang ini, sehingga barang-barang tersebut haram juga jika ada kelebihan pada salah satunya. illat diharamkan riba fadhl adalah “ bisa ditakar “ atau “bisa ditimbang”, maka haram untuk memberi tambahan pada jual beli komoditi yang ditakar dan ditimbang.
b. Riba an-Nasii-ah
Riba an-Nasii-ah adalah tambahan pada salah satu dari dua jenis barang riba yang dipertukarkan, dan pertukaran tersebut tidak tunai, yaitu penyerahan atau penerimaan barang tersebut diakhirkan, sedangkan kedua jenis barang yang dipertukarkan itu memiliki illat yang sama, yang diterangkan dalam riba al-fadhl. Dan disini ditegaskan bahwa tukar menukar tersebut tidak tunai.
[ Keterangan : illat yang sama, seperti emas dengan parak, karena sama-sama sebagai alat tukar. Atau kurma, gandum, sya’ir dan garam, illatnya sama, yaitu sama-sama bahan makanan pokok dan tahan lama. Contoh riba an-Nasii-ah : menukar 1 gram emas dengan 15 gram perak secara tidak tunai].
Misalnya : Seseorang menjual 100 kg’ gandum dengan 200 kg’ gandum yang akan dibayar setelah berlalu masa satu tahun. Maka tambahan (sebesar 100 kg’) dianggap sebagai imbalan dari waktu yang berlalu salama satu tahun. Atau seseorang menjual 1 kg gandum kualitas rendah dengan 1 kg gandum kualitas bagus. Namun keduanya tidak melakukan serah terima.
Hukumnya adalah haram, karena sesuai dengan ketentuan dalam al-Qur’an dan juga hadis bahwa riba diharamkan dan mendapat ancaman bagi pelakunya. Akad semacam ini termasuk riba dan telah diketahui sejak zaman Jahiliyah dahulu, sekarang akad seperti ini biasanya diterapkan di bank-bank.
Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda setelah Beliau SAW menyebutkan emas dan perak, “ Janganlah kalian menjual (emas dan perak) yang tidak ditempat dengan yang ada di tempat. “
Dan dalam lafazh yang lain :
“ Selama dilakukan dengan dengan tunai dan terjadi serah terima pada saat akad, maka hal ini tidak mengapa. Namun ketika terjadi penagguhan waktu serah terima, maka hal ini termasuk riba. “ (HR. Muslim no. 1589).
CONTOH KASUS RIBA
Ada beberapa kaidah yang akan dijelaskan agar kita bisa mengetahui mana saja persoalan yang menyangkut riba dan mana saja perkara yang mubah (boleh). kaidah tersebut adalah apabila barang ribawiy itu dijual dengan sejenisnya, maka ada 2 syarat yang harus dipenuhi :
1. Serah terima di tempat akad sebelum berpisah
2. Sama jenisnya dengan menggunakan ukuran yang disyari’atkan, tanpa melihat kepada bagus atau jeleknya barang, yang ditakar dengan yang ditakar, yang ditimbang dengan yang ditimbang.
Tapi apabila menjual barang ribawiy dengan yang bukan sejenis maka tidak ada syarat untuk penjualannya. Apabila itu terjadi, maka boleh berpisah sebelum melakukan serah terima.
Berikut beberapa contoh kasus dan hukumnya :
1. Menjual 100 gram emas dengan 100 gram emas yang ditunda setelah sebulan. Hal ini hukumnya haram karena termasuk riba, karena tidak langsung serah terima di majlis akad.
2. Membeli 1 kg jewawut dengan 1 kg gandum adalah boleh karena berbeda jenis, namun disyaratkan langsung serah terima di majlis akad.
3. Menjual 50 kg gandum dengan seekor kambing adalah boleh secara mutlak, baik adanya serah terima di majlis akad maupun tidak.
4. Tukar menukar uang dolar, misalnya 100 dolar ditukar dengan 120 dolar. Hal ini tidak boleh.
5. Meminjamkan 1.000 dolar dengan syarat dikembalikan setelah sebulan atau lebih 1.200 dolar. Hal ini juga tidak boleh.
6. Menukar 100 dirham perak dengan 10 junaih emas yang akan dibayarkan setelah berlalu sebulan. Hal ini tidak boleh, karena harus langsung serah terima pada saat akad.
7. Jual beli saham bank ribawi juga tidak boleh, karena termasuk menjual uang dengan uang tanpa ada kesamaan dan serah terima.
Kategori : Quote, AskPedia, AskNews, Perpustakaan, Nasional, Internasional, Flora & Fauna, Tehnologi, Properti, Travel, Sport, Food, Kesehatan, Populer, Entertainment, Agama, Vidio.
Posting Komentar